Laman

Jumat, 23 Juli 2010

TIMOR LESTE REPUBLIC DEMOKRATIK TIMOR LESTE

TIMOR LESTE
REPUBLIC DEMOKRATIK TIMOR LESTE
Kepala Negara: Xanana Gusmão
Kepala Pemerintahan: Mari Alkatiri
Hukuman Mati: Tidak berlaku bagi semua jenis tindak pidana
Pengadilan Kriminal Internasional: disetujui
Masalah hak asasi manusia diperdebatkan secara luas pada saat dilakukan proses penyusunan
Konstitusi yang disahkan sebelum kemerdekaan di bulan Mei. Pemerintahan yang baru
independen ini menerima warisan kerangka institusional dan hukum yang tidak lengkap dan
tidak mampu melindungi hak asasi manusia secara penuh. Hak-hak para korban dan
tersangka, termasuk anak-anak, menjadi terganggu dengan adanya sistem peradilan yang
lemah dan polisi juga menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam menanggapi kekacauan
umum. Penundaan dan ketidakkonsistenan dalam administrasi peradilan ikut menyebabkan
adanya masalah keamanan dalam penjara-penjara. Juga masih ada terus ketergantungan pada
mekanisme-mekanisme peradilan yang tidak resmi yang penerapannya tidak selalu konsisten
dengan standar-standar internasional mengenai pengadilan yang adil (fair). Kaum perempuan
dan kelompok-kelompok rentan lainnya lah yang terutama menanggung resiko diskriminasi
dalam sistem ini.
Latar belakang
Pemilihan presiden di bulan April dimenangkan oleh Xanana Gusmao, seorang pemimpin
kemerdekaan dan mantan komandan perlawanan bersenjata bersenjata. Timor Leste menjadi
negara merdeka tanggal 20 Mei. Mandat Pemerintahan Transisi PBB di Timor Timur
(UNTAET) berakhir dengan adanya kemerdekaan ini dan digantikan oleh Misi Pendukung
PBB di Timor Timur (UNMISET) yang diberi mandat untuk memberikan bantuan kepada
struktur administrasi inti, melakukan penegakan hukum interim dan membantu dalam
pembangunan Kepolisian Timor Leste serta menyumbang pengamanan internal dan eksternal.
Konstitusi dan kewajiban traktat-traktat
Hak asasi manusia secara umum tercermin dalam Konstitusi yang disahkan pada bulan Maret.
Timor Leste mennyetujui Statuta Roma mengenai Pengadilan Pidana Internasional (ICC) di
bulan September. Timor Leste merupakan salah satu dari negara-negara yang menerima
tekanan Amerika serikat untuk menandatangani kesepakatan bilateral untuk tidak
menyerahkan atau mentransfer warga negara Amerika Serikat ke ICC.
Perundang-undangan
Kemajuan telah dicapai dalam membentuk satu kerangka legislatif guna melindungi hak asasi
manusia, meskipun peraturan-peran penjamin hak asasi manusia sering kali tidak
diberlakukan. Hukum dan tata cara yang tidak konsisten dengan standar-standar hak asasi
manusia internasional masih terus dipakai. Rencana-rencana untuk mereformasi beberapa
ketentuan yang tercantum dalam peraturan hukum acara pidana UNTAET belum juga
terwujud sampai akhir tahun 2002. Perundang-undangan yang berasal dari masa pendudukan
Indonesia, termasuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang tidak memenuhi standarstandar
internasional masih belum juga dikaji ulang.
Sistem peradilan pidana
Usaha-usaha guna mendirikan sistem peradilan hanya mencapai sedikit kemajuan dan di
beberapa daerah jelas terlihat adanya kemunduran. Salah satu dari empat pengadilan distrik
masih belum juga berfungsi sepanjang tahun lalu dan sidang-sidang pengadilan di tiga
pengadilan lainnya hanya berlangsung sebentar-sebentar. Pengadilan banding juga belum
melakukan tugasnya sejak bulan Oktober 2001. Jumlah kasus yang masuk makin bertumpuk
dan hak untuk diajukan ke pengadilan secara segera atau dibebaskan kembali atau diadakan
pengkajian ulang atas dakwaan dan hukuman dalam banyak kasus tidak dilakukan. Sampai
dengan bulan Oktober, hampir 80 persen penghuni penjara merupakan mereka yang berada
dalam tahanan pra-peradilan. Sekitar 30 persen telah ditahan selama enam bulan atau lebih
dan beberapa malah sudah ditahan lebih dari setahun. Dua puluh tujuh persen ditahan secara
tidak sah setelah perintah penahanan mereka kadaluwarsa. Sekitar 40 kasus banding masih
ditunda sampai akhir tahun 2002.
Undang-undang untuk membentuk jasa bantuan hukum sudah disahkan tetapi tidak
diterapkan. Kapasitas pembela umum sangatlah terbatas dan mereka tidak mampu menangani
beban yang ada sehingga menyebabkan mayoritas tahanan tidak mendapatkan pendampingan
hukum yang efektif.
Kententuan-kententuan penjamin dalam peraturan-peraturan tata cara yang sudah ada
untukmelindungi hak anak-anak dalam sistem peradilan pidana sering kali tidak diberlakukan.
Anak-anak dimasukkan ke dalam tahanan selama berbulan-bulan sebelum disidang, dan ini
terjadi sering kali karena mereka melakukan pelanggaran kecil yang sama sekali tidak
mengandung kekerasan.
• Seorang anak lelaki berusia 16 tahun ditahan lebih dari satu tahun tanpa adanya
pengawasan peradilan sebelum kemudian diajukan ke pengadilan berkaitan dengan
kecelakaan di jalan raya dimana satu orang meninggal. Pada bulan November ia dinyatakan
bersalah dan dikenai hukuman penjara satu tahun dan 27 hari, atau jangka waktu yang sudah
dihabiskan dalam masa penahanan pra-pengadilan.
Mekanisme-mekanisme di luar peradilan atau mekanisme informal yang menggabungkan
hukum dan tata cara adat masih banyak dipakai. Hal ini meninmbulkan kekhawatiran bahwa
dengan tidak adanya pengujian atau peraturan mengenai tata cara ini maka hak-hak korban
dan tertuduh bisa saja dikorbankan. Kasus-kasus pemerkosaan dan tindak kekerasan dalam
rumah tangga merupakan kasus-kasus yang dirujuk oleh petugus penegak hokum dan
peradilan diselesaikan secara informal, dalam berberapa kasus melawan kehendak para
korban.
Kondisi penjara-penjara
Penundaan dalam administrasi peradilan menyebabkan adanya protes-protes dan narapidana
yang melarikan diri
• Pada bulan Agustus, 179 tahanan melarikan diri dari Penjara Becora di Dili. Seorang
tahanan ditembak dan dilukai oleh polisi serta dua orang petugas penjara terluka.
• Huru-hara di Becora pada bulan Juni menyebabkan sekurang-kurangnya 22 narapidana
dan 13 petugas polisi mengalami luka-luka. Juga ada tuduhan-tuduhan bahwa kekuatan yang
berlebihan mungkin telah digunakan oleh Unit Polisi Khusus dari Kepolisian Timor-Leste.
Tidak ada keterangan mengenai apakah ada investigasi terhadap tuduhan-tuduhan ini.
Kondisi bagi anak-anak dalam tahanan tidaklah memenuhi standar-standar minimum PBB.
Antara lain adalah bahwa anak-anak tidak sepenuhnya dipisahkan dari tahanan dewasa.
Kepolisian
UNMISET mengawasi secara keseluruhan pengontrolan atas fungsi hukum dan ketertiban dan
pembangunan Kepolisian Timor Leste. Kekhawatiran mengenai terbatasnya pelatihan yang
diberikan kepada para petugas kepolisian dan kurangnya pelatihan serta pengalaman dalam
penerapan praktis standar-standar hak asasi manusia, termasuk dalam penggunaan kekuatan
dan senjata api, muncul setelah melihat cara mereka menanggapi kekacauan umum. Tanggal 4
Desember di Dili , dua orang ditembak mati dan puluhan lainnya terluka, ternyata merupakan
akibat dari tindakan polisi. Dalam sauatu kejadian sebelumnya, seorang pengunjuk rasa
ditembak mati oleh polisi di Baucau pada bulan November. Investigasi internal memang
dilakukan, tetapi tidak dilaporkan secara publik. Amnesty International menyerukan untuk
diadakannya investigasi independen dan agar hasil-hasil penemuannya diumumkan kepada
masyarakat.
Mekanisme pengaduan dan pengawasan Kepolisian Timor Leste belum juga dibentuk dan
Kode Etik mengenai Disiplin belum juga disahkan. Tidak semua pengaduan secara memadai
ditangani melalui mekanisme-mekanisme Polisi PBB (UNPol) yang juga tidak mampu secara
memuaskan menangani sejumlah tuduhan, termasuk tuduhan melakukan penyerangan yang
dijatuhkan kepada para petugas UNPol.
Investigasi atas tindak kekerasan di masa lampau
Usaha-usaha untuk menginvestigasi dan menuntut mereka yang diduga melakukan kejahatan
terhadap kemanusiaan dan kejahatan berat lainnya selama tahun 1999 ketika jajak pendapat
mengenai kemerdekaan dilakukan sudah ditingkatkan. Tahun 2002 ada 13 dakwaan yang
diajukan. Namun proses untuk mengajukan para tertuduh ke pengadilan berjalan lamban
karena tidak adanya hakim yang bisa bertugas untuk Panel Khusus bagi Kejahatan Berat.
Sembilan dari sidang pengadilan diselesaikan selama tahun 2002. Para tertuduh dalam kasus
kejahatan berat termasuk mereka yang ditahan selama jangka waktu yang panjang tanpa
diadili. Pekerjaan yang dilakukan Unit Kejahatan Berat PBB juga terhalangi sebab Indonesia
menolak mentransfer para tertuduh atau mengjinkan adanya akses kepada para korban dan
bukti-bukti (baca laporan mengenai Indonesia).
Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi telah didirikan. Dengar pendapat
public yang pertama dilangusngkan pada bulan November.
Laporan/kunjungan Amnesty International
Kunjungan
Delegasi Amnesty International mengunjungi Timor Leste pada bulan September/Oktober

1 komentar: